TIDAK ADA IBADAH KHUSUS DI BULAN REJAB
Selasa, 22 Mei 2012
Rajab
adalah salah satu dari empat bulan haram (suci) di dalam Islam. Disebut
dengan bulan haram karena pada bulan-bulan ini kita dilarang berperang,
selain juga melakukan kedzaliman padanya lebih terlarang isbanding
dengan bulan-bulan yang lainnya.
Tentang hal ini Allah Subhanahu Wa Ta’aala berfirman;
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya
bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan
haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya
diri dalam bulan yang empat itu” (QS. At-Taubah:36)
Dan dalam hadits Abu Bakrah Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda; “Sesungguhnya zaman telah berputar seperti hari ketika Allah menciptakan langit dan bumi, satu tahun dua belas bulan, diantaranya empat bulan haram (suci), tiga berturut-turut; Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, (yaitu) bulan antara Jumadil (‘Ula dan Tsaniyah) dengan Sya’ban” Muttafaqun ‘alaihi.
Inilah keutamaan bulan-bulan haram dari selainnya. Dan untuk bulan Rajab, tidak diketahui satu pun dalil yang menunjukkan keutamaan lain selain dari yang disebutkan. Karena itu tidak satu pun hadits shahih yang menerangkan tentang keistimewaan bulan ini, tidak mengistimewakannya dengan melakukan puasa pada keseluruhannya atau pada sebagian hari-harinya, dan tidak pula dengan melakukan shalat malam serta ibadah-ibadah khusus lainnya. Bahkan seluruh hadits-hadits yang menerangkan keistimewaan bulan ini adalah lemah dan kebanyakannya adalah dusta dan palsu. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al Atsqalani Rahimahullah dalam Tabyin Al Ajab bima Warada fi Syahri Rajab, “Tidak satu pun hadits yang menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab adalah benar (shahih), tidak tentang keutamaan berpuasa seluruhnya dan tidak pula sebagiannya, atau shalat pada malam-malam tertentu padanya. Dan Al Imam Abu Ismail Al Harawi Al Hafidz sudah pernah mengatakan hal ini sebelum saya, kami meriwayatkan hal ini darinya dengan sanad yang shahih, begitu pula dari selain beliau…”
Dan banyak lagi nukilan dari para imam yang menegaskan hal ini. Seperti Al Imam Abdullah bin Muhammad Al Anshari Rahimahullah, ia berkata, “Tidak satu pun hadits dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang keutamaan bulan Rajab dan berpuasa padanya yang shahih” Ada’u ma Wajab (hal 56) karya Al Hafidz Ibnu Dahyah Rahimahullah. Juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa (25/290-291) dan Asy-Syaikh Aba Buthain Rahimahullah dalam Durarus Sanniyyah (5/361).
Di sisi banyaknya nukilan dari para imam tersebut, tragisnya masih saja ada dari ummat islam yang mengistimewakan bulan ini dengan melakukan ibadah-ibadah yang tidak ada asal-usulnya di dalam syari’at yang suci, seperti mengistimewakannya dengan berpuasa, apakah di awalnya atau keseluruhannya. Dan umumnya ummat islam di tanah air mengistimewakan bulan ini dengan membaca dzikir-dzikir khusus seperti “Istighfar bulan Rajab” yang dibaca setiap pagi dan petang sebanyak 70 kali, sambil mengangkat tangan membaca;
اللَّهمَّ اغْفِر لِي وارْحمَنِي وَتُبْ عَلَيَّ “Allahummaghfirlii warhamnii watub ‘alayya”
Artinya; “Ya Allah, ampunilah aku, dan kasihilah aku serta terimalah taubatku”.
Biasanya
dzikir ini dibaca setelah imam salam dari shalat wajib dan diikuti oleh
pada jamaah dengan serempak. Dan masih banyak lagi amalan-amalan serupa
di bulan Rajab yang tidak ada asal usulnya di dalam syari’at ini. Dan
semua ini merupakan ajaran baru yang tidak dikenal oleh generasi
shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, padahal mereka lah generasi
terbaik ummat ini, seperti yang terdapat dalam hadits,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik
manusia adalah kurunku kemudian yang setelahnya, kemudian yang
setelahnya” Muttafaqun ‘Alaihi dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu
’anhu.
Maka masih adakah kedzaliman yang lebih besar dari mencampakkan hukum Allah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan mengambil hukum manusia?!
Maka masih adakah kedzaliman yang lebih besar dari mencampakkan hukum Allah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan mengambil hukum manusia?!
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Apakah
mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan
untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah Sekiranya tak ada
ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah
dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh
azab yang amat pedih”. (QS. Asy-Syuura: 21)
Apalagi ada riwayat
dari salaf bahwa dahulu mereka mengingkari perbuatan orang-orang yang
mengistimewakan bulan ini dengan berpuasa, seperti yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah Rahimahullah dengan sanad yang shahih dari
Kharsyah bin Al Hurr, ia berkata; “Saya menyaksikan Umar bin Khattab
Radhiallahu’anhu memukuli tangan orang-orang di bulan Rajab, sampai
mereka meletakkan tangan-tangan mereka di piring-piring makannya
(melarang mereka berpuasa –penerj), dan Umar Radhiallahu’anhu berkata;
“Makanlah kalian, bulan ini adalah bulan yang dahulu dimuliakan
orang-orang jahiliyah”. Ada’u ma Wajab (hal 57 dan 63)
Juga ketika
Abu Bakr Radhiyallahu ’anhu menemui keluarganya dan melihat mereka
membeli cangkir-cangkir minum, dan bersiap-siap untuk puasa, ia berkata,
“Apa ini!” Mereka menjawab, “Rajab”. Abu Bakr Radhiyallahu ’anhu
berkata, “Apa kalian ingin menyerupakannya dengan Ramadhan? Lalu ia
memecahkan cangkir-cangkir tersebut” Majmu’ Fatawa (25/290-291)
Maka
wajib bagi kita untuk kembali kepada syari’at Allah Subhanahu Wa
Ta’aala dalam segala hal, dan meninggalkan syari’at-syari’at buatan
dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’aala sebelum yang lainnya.
Wallahu A’lam bis Shawaab.
Sumber :
Majalah As-Salaam edisi 2
http://ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=55
Sumber :
Majalah As-Salaam edisi 2
http://ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=55
Copied from : http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=815
Label:
peringatan,
Perkongsian,
Tazkirah